Hearder kaisar backlink


Golkar ribut berebut tahta Novanto di DPRPartai beringin mulai gaduh.

Golkar ribut berebut tahta Novanto di DPRPartai beringin mulai gaduh.

Kabar Berita - Banyak anggotanya di DPR saling berebut. Menggantikan jabatan Setya Novanto sebagai Ketua DPR, setelah resmi menjadi terdakwa atas kasus korupsi megaproyek e-KTP. Kondisi ini sempat membuat panas. Nama Aziz Syamsudin sempat diminta Novanto menggantikannya. Keputusan itu ditolak. DPP Partai Golkar merasa cara itu melangkahi prosedur.

Banyak nama dikabarkan calon kuat ketua DPR selain Aziz. Mereka di antaranya Bambang Soesatyo, Fadel Muhammad dan Ridwan Hisjam. Panasnya perebutan kursi ketua DPR antar kader Golkar dibenarkan Hisjam. Panjang-lebar Hisjam menceritakan. Terutama terkait keributannya dengan Aziz. Dia mengatakan salah satu pemicu keributan itu adalah membahas surat pengunduran diri Novanto dari kursi Ketua DPR dan penunjukan Novanto kepada Aziz sebagai pengganti ketua DPR.

"Terjadi perdebatan, terus saya dan Pak Aziz terjadi perdebatan keras juga karena memang saya menyampaikan di luar forum bamus, tepatnya di ruang sebelah saat pimpinan sidang memberikan skors. Saya sampaikan kepada beliau 'Pak Aziz. Kenapa kok proses ini yang ditempuh?" cerita Ridwan kepada merdeka.com, Jumat pekan lalu.

Menurut dia, Aziz berkukuh bahwa penunjukannya oleh Novanto sebagai ketua DPR tak menyalahi apa pun. Ridwan tidak terima. Keadaan dua kader Golkar ini semakin tegang. Tutur kata mereka semakin memicu kemarahan. Suaranya sama-sama keras. Hingga sempat dikira bakal terjadi perkelahian.

Atas kejadian tersebut, Ridwan menjelaskan bahwa pemilihan ketua DPR tidak bisa diputuskan sepihak. Seharusnya ketua DPR dibahas dan disepakati pengurus baru DPP Partai Golkar setelah pengukuhan di Munaslub pada 19-20 Desember 2017 nanti. "DPP harus membuat keputusan dengan pengurus yang baru lalu menyerahkan namanya kepada DPR dalam rapat paripurna," tegasnya.


Meski begitu, dirinya tak menampik ingin mendapat kesempatan menjabat ketua DPR bila dipercaya partainya. "Saat ini saya pimpinan Fraksi Golkar di DPR RI, dari segi umur pun saya sudah masuk usia 60 tahun. Jadi menurut saya sudah cukup pengalaman untuk memimpin sebuah organisasi lembaga legislatif karena memang jam terbang saya banyak di lembaga ini," jelasnya.

Aziz sebelumnya memang meyakini bahwa titah Novanto tidak menyalahi aturan. Apalagi dalam surat itu sudah ditandatangani Ketua Umum Golkar Setya Novanto, Sekjen Golkar Idrus Marham dan juga Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie (Ical). Tiga orang dalam surat itu memang dikenal dekat dengan Aziz.

Atas keputusan itu, Aziz juga menegaskan bahwa penunjukannya sebagai Ketua DPR menggantikan Novanto tidak perlu dibahas dalam rapat pleno. Hal itu lantaran sesuai dengan AD/ART Partai Golkar. "‎Dalam anggaran dasar tidak perlu dibahas dalam pleno," tegas Aziz pekan lalu.

Pernyataan Aziz juga didukung Idrus. Aturan itu terdapat dalam AD pasal 20 dan ART 20. Dalam aturan itu menyebut bahwa tiap hal strategis harus dibicarakan DPP bersama Ketua Dewan Pembina. Termasuk dalam menunjuk posisi Duta Besar, Menteri dan juga Ketua DPR. Meski begitu, langkah Aziz menuju kursi ketua DPR justru ditolak. Sebanyak 56 anggota fraksi Golkar di DPR meneken penolakan.

Penolakan itu dituliskan lewat surat pernyataan dengan tanda tangan 56 anggota fraksi Golkar tadi. Dalam surat itu tertulis, alasan dari penundaan penunjukan Aziz sebagai Ketua DPR karena mematuhi kesepakatan rapat pleno DPP Golkar pada 21 November 2017. Rapat itu memutuskan pergantian Setnov dari posisi Ketua DPR dilakukan setelah proses praperadilan atas kasus korupsi proyek e-KTP.


Rapat pleno merupakan forum pengambilan tertinggi setelah Munas dan Rapimnas di mana pesertanya terdiri dari Ketua Umum dan pengurus partai Golkar. Salah satu dari dua unsur itu dapat diwakilkan namun tidak dapat sepihak membatalkan keputusan rapat pleno.

Lewat surat itu pula puluhan anggota Fraksi Partai Golkar meminta Plt Ketum Idrus Marham untuk berkoordinasi dengan Ketua Harian, para Korbid, dan Bendahara Umum dalam mengambil keputusan strategis.

Melihat bursa nama calon ketua DPR, para kandidat pun mulai perang gagasan dan ide. Itu diakui politisi senior Partai Golkar, Fadel Muhammad. Namun, dirinya menyerahkan nasib tersebut kepada partai. Tetapi, dia memang menginginkan adanya regulasi lebih baik dalam struktur DPR. Selain itu, memperbaiki anggaran untuk kemiskinan.

"Saya serahkan kepada proses di partai saja dan saya punya beberapa idea baru untuk perbaikan di DPR misalnya tentang pelaksanaan Better Regulation dan anggaran untuk kemiskinan dan kesenjangan juga pengawasan," kata Fadel ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat kepada merdeka.com, Jumat pekan lalu.

Di samping itu, Fadel lebih mengikuti proses di internal partai dalam penunjukan ketua DPR harus melalui musyawarah. Meski tak menampik dirinya telah melakukan pelbagai lobi dengan Fraksi Partai Golkar dan Airlangga Hartarto selaku ketua umum. Terutama untuk merealisasikan beberapa idenya tadi. "Ya ada (lobi-lobi.) Tapi ada prosesnya. Semua dalam proses, tunggu Munaslub," ungkapnya.

Dia juga menyoroti soal Aziz mendapat titah Novanto sebagai pengganti ketua DPR. Fadel setuju Aziz tak diangkat buru-buru. Sebagai senior partai, dirinya justru khawatir. Jabatan Aziz justru hanya bertahan hingga Munaslub Partai Golkar. Sebab tidak menutup kemungkinan struktur organisasi hasil Munaslub bakal mengusung nama lain untuk jabatan ketua DPR.

Kondisi ini juga menjadi perhatian Airlangga Hartarto. Sebagai politisi Partai Golkar, dia senada dengan para kader lainnya. Menolak penunjukan Aziz sebagai Ketua DPR menggantikan Novanto. Dia mengingatkan agar DPR sebagai lembaga tertinggi negara tidak cepat melakukan perombakan posisi ketua. "Ini kan tentu tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku di DPR," tegas Airlangga.

Partai Golkar akhirnya memutuskan bahwa pergantian Ketua DPR akan dibahas setelah Munaslub. Nantinya DPP Golkar bakal membicarakan soal kriteria Ketua DPR pengganti Setnov tersebut. Di antaranya mampu membangkitkan marwah lembaga dewan setelah Novanto diterpa isu korupsi. Tentunya harus figur bersih dan tak pernah punya urusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.