Semangat Novel Baswedan Luar Biasa, Masih Sakit Namun Bertekat Berantas Korupsi
Perkembangan pengobatan mata penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan masih jauh panggang dari api. Sebab, operasi besar tahap 2 yang rencananya dilakukan akhir bulan ini urung terealisasi seiring progress negatif pertumbuhan selaput mata kiri Novel.
”Masih lambat tumbuhnya,” kata Novel kepada Jawa Pos kemarin (01/02).
Lebih parahnya lagi, dokter mata rumah sakit di Singapura yang menangani pengobatan suami Rina Emilda itu tidak bisa berbuat banyak. Kecuali menunggu pertumbuhan positif selaput mata kiri penyidik andalan KPK tersebut.
Kondisi itu pun membuat harapan Novel kembali beraktivitas di KPK harus dipendam sementara. ”Sepertinya operasinya memang masih perlu waktu lama,” ujarnya.
Lantas apa yang membuat pertumbuhan selaput mata kiri Novel tak kunjung membaik? Novel mengatakan hal itu disebabkan lantaran tingkat kerusakan mata yang cukup parah. Tidak stabilnya kondisi kesehatan mata juga mempengaruhi pertumbuhan selaput buatan itu. ”Suplemen (mata) dan sebagainya juga tidak banyak pengaruh (memaksimalkan pertumbuhan selaput, Red),” tuturnya.
Terpisah, menanggapi lambannya pertumbuhan selaput mata kiri Novel, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak berharap akan ada keajaiban, sehingga mantan Kasatreskrim Polresta Bengkulu tersebut bisa pulih kembali kesehatan matanya.
Dengan lebih cepat sembuh, diharapkan Novel bisa lebih cepat pulang dan kembali bekerja sesuai dengan keinginannya. Karena dia pesimistis terhadap pengusutan kasusnya.
“Iya, Novel sudah pesimis dengan upaya polisi mau menuntaskan kasus ini. Makanya dia fokus pada upaya penyembuhan matanya. Dia ingin segera kembali bertugas di KPK untuk membantu perjuangan lawan korupsi,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, Novel mendapat teror siraman air keras pada 11 April 2017 atau 9 bulan yang lalu. Akibat penyerangan itu, Novel harus dirawat di rumah sakit mata di Singapura.
Selama tinggal di negara Singa itu, biaya hidup Novel memang dibiayai pemerintah. Demikian juga dengan biaya pengobatan yang ditanggung negara. Namun, semakin lama dia tinggal di Singapura, biaya hidup juga semakin membengkak, sebab ada keperluan lain yang tidak ditanggung negara seperti biaya makan.
Meski demikian, Novel masih bisa membaca tulisan. Hanya, aktivitas itu harus dibantu hard lens yang dipasang di mata kanan. Dengan begitu, penyidik kelahiran Semarang itu masih bisa berkomunikasi via telepon dan berkirim pesan singkat melalui aplikasi WhatsApp (WA). ”Kalau itu (membaca) masih sama,” ungkap bapak 5 anak itu.
Tidak ada komentar
Posting Komentar