Pengembalian Aset Negara Dari Kasus Korupsi Dinilai Belum Maksimal
Berdasarkan catatan ICW, pada tahun 2018 negara mengalami kerugian sebesar Rp 9,2 triliun berdasarkan 1.053 putusan yang dikeluarkan pengadilan terhadap 1.162 terdakwa. Sementara pengembalian aset negara dari pidana tambahan uang pengganti hanya Rp 805 miliar dan USD 3.012 (setara Rp 42 miliar). Agen Bola Sbobet
"Maka hanya sekitar 8,7 persen kerugian negara yang diganti melalui pidana tambahan berupa uang pengganti," ujar Peneliti ICW Lalola Easter di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (28/4).
Selain itu, ICW juga menyoroti masih rendahnya pengadilan memvonis para koruptor dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Padahal penerapan UU TPPU merupakan salah satu upaya penjeraan terhadap koruptor melalui mekanisme pemiskinan.
Di sisi lain, alternatif yang ingin ditempuh melalui penggunaan pasal gratifikasi (Pasal 12 B UU Tipikor) juga dinilai belum maksimal. Pada tren vonis perkara korupsi tahun 2018, hanya ada 62 terdakwa dari total 1.162 yang dituntut dan divonis dengan pasal gratifikasi. Agen Casino 338a
Karena itu, ICW menyarankan agar para penegak hukum bisa memaksimalkan pidana tambahan tersebut. Selain untuk membuat jera koruptor, juga untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara.
Menurut Lola, penegak hukum, seperti Kejaksaan dan KPK harus memaksimalkan tuntutan pidana tambahan berupa uang pengganti. Meski uang hasil korupsi tak semuanya dinikmati terdakwa, harus ada perhitungan yang jelas mengenai aliran dana tersebut. Agen Judi Online Terpercaya
"Dengan demikian, perumusan dakwaan dengan menggunakan UU TPPU semakin relevan, agar mekanisme asset recovery bisa dilakukan dengan maksimal," ucap Lalola.
Tidak ada komentar
Posting Komentar